Suatu hari pada tahun 1880 Aeliko Jans Zijklert, administrator perkebunan tembakau di Sumatera Timur sedang berteduh dari hujan ketika ia sedang melakukan inspeksi kebun tembakau. Karena hari mulai malam, seorang mandor bumi putera membawakannya sebuah obor. Terangnya nyala obor yang lebih dari biasanya mengundang tanda tanya baginya. Kemudian sang mandor pribumi menjelaskan bahwa kain obor tersebut telah dicelupkan pada suatu cairan hitam dari suatu kubangan. Setelah diselidiki, Zijklert menduga jika cairan tersebut adalah kerosene, minyak tanah yang waktu itu sudah diimpor ke Hindia Belanda.
Cairan hitam tersebut dikirim Zijklert ke Batavia untuk dianalisis dan hasilnya adalah benar bahwa cairan tersebut adalah minyak bumi dengan kualitas tinggi.
Tak lama kemudian Zijklert mengumpulkan modal dari teman-temannya di Negeri Belanda dan ia berhasil mendapatkan konsesi dari Sultan Langkat untuk melakukan penggalian minyak Bumi di tempat tersebut, yaitu sebidang tanah di Telaga Said, beberapa kilometer dari Pangkalan Brandan pada tahun 1883.
Dengan beberapa tukang bor dari Deli, pada tahun 1884 ia mengebor beberapa sumur dengan menggunakan alat bor tipe “Mud Flush Rinse”. Sementara itu ia membuat kemah-kemah di kaki Bukit Sintang di dekat muara Sungai Lepan. Dari sini ia mulai mengebor sumur Telaga Tiga.
Pada bulan pertama ia berhasil mencapai kedalaman 51 meter dan bulan kedua ia mencapai kedalaman 96 meter dan didapat 200 liter minyak, yang merupakan tetes minyak pertama yang keluar. Karena hasil yang diperoleh tidak berarti, kegiatan dipindahkan ke arah Timur yaitu ke Telaga Tunggal. Di Telaga Tunggal ini pada kedalaman 31 meter didapatkan 86.402 liter. Sumur tersebut kemudian disebut sumur “Telaga Tunggal I”, yang kemudian dinyatakan sebagai sumur minyak pertama di Hindia Belanda yang memiliki taraf produksi komersial.
Dengan keberhasilan Zijklert melakukan eksplorasi minyak di Hindia Belanda, maka hingga awal abad ke 20 ada sekitar 18 perusahaan minyak yang beroperasi di nusantara.
Tanggal 16 Juli 1890, setelah kembali mengumpulkan modal dari teman-temannya pemilik perkebunan Deli, ia mendirikan suatu perusahaan yang diberi nama “De Koninklijke” yang berarti “The Royal Dutch” dan kemudian untuk memperkuat kedudukan usahanya, “The Royal Dutch” melakukan merger dengan “Shell” suatu perusahaan Inggris yang memiliki kapal-kapal tangki dan memiliki keahlian dalam memasarkan minyak pada tanggal 24 Februari 1907 dengan menggunakan nama “The Royal Dutch-Shell”. Dalam pelaksanaan produksinya di Hindia Belanda kedua perusahaan tersebut mendirikan “Bataafsche Petroleum Maatschappij” (BPM)
The Royal Dutch-Shell memiliki beberapa lapangan eksplorasi dan kilang minyak bumi di beberapa tempat di Hindia Belanda, diantaranya :
(1) Lapangan Sanga-sanga, Kalimantan Timur, mulai beroperasi tahun 1897
(2) Telaga Said dan Perlak, Sumatera bagian Utara.
(3) Kilang Minyak Pangkalan Brandan, mulai beroperasi tahun 1891
(4) Kilang Minyak Plaju, Sumatera Selatan, mulai beroperasi tahun 1904.
(5) Lapangan Jambi dan Sumatera Selatan, tahun 1921.
Tahun 1935, BPM berhasil menyelesaikan pemasangan saluran pipa sepanjang 264 km dari lapangan Jambi ke kilang minyak Plaju. Dan di tahun yang sama BPM mendirikan “De Nederlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij” (NNGPM) untuk eksplorasi di daerah Papua seperti Sorong, Klamono dan Wasian.
Minyak bumi nusantara rupanya juga menarik perhatian “Standard Oil of New Jersey” suatu perusahaan minyak bumi Amerika Serikat. Dan untuk memudahkan perizinan, Standard Oil membuat anak perusahaan di Belanda yang diberi nama “Nederlanche Koloniale Petroleum Maatschaappij” (NKPM).
Pada tahun 1919, NKPM memperoleh konsensi di Talang Akar-Pendopo (Sumatera Selatan), yang rupanya merupakan lapangan minyak terbesar yang ada di Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Untuk memperlancar pemasaran minyak dari Pendopo, maka dibangunlah pipa minyak yang menghubungkan Pendopo dengan kilang minyak Sungai Gerong pada bulan Mei 1926. Pengiriman minyak dari Pendopo ke Sungai Gerong tercatat sebesar 500 barrel per hari (perolehan Shell pada waktu itu kurang lebih 50.000 barrel per hari).
Sama seperti Standard Oil, perusahaan Amerika Serikat lainnya “Standard of California” juga melakukan hal yang sama untuk mengeksplorasi minyak di nusantara. Pada tahun 1930, Standard of California bekerjasama dengan “Texas Company” (Texaco) membentuk cabang di Hindia Belanda dengan nama “Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij” (NPPM). Di tahun 1936 mereka mendapatkan konsensi minyak di daerah Riau seperti Rokan dan Sebanga.
Royal Dutch-Shell/BFM kemudian dikenal sebagai “Shell”.
Standard Oil of New Jersey/NKPM kemudian dikenal sebagai “Exxon” dan “Mobil Oil”.
Standard of California dan Texas Company/NPPM kemudian dikenal sebagai “Caltex”.
http://sosbud.kompasiana.com/2009/11/15/eksplorasi-minyak-bumi-pada-era-hindia-belanda/
0 komentar:
Posting Komentar